Wartamenia.com - ADVOKAT Prof Yusril Ihza Mahendra disebut-sebut tak merapat ke Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dikar...
Wartamenia.com - ADVOKAT Prof Yusril Ihza Mahendra disebut-sebut tak merapat ke Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dikarenakan honor yang ditawarkan melampaui batas. Kubu AHY mengatakan Yusril meminta Rp100 miliar. Hal itu dibantah Yusril saat wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribunnetwork Febby Mahendra Putra dan News Manager Tribunnetwork Rachmat Hidayat, Rabu (13/10). Berikut petikan wawancaranya dengan Tribunnetwork.
******
Terkait pernyataan Benny K Harman, pola pikir Anda dalam menggugat AD/ART disebut seperti Adolf Hitler. Bagaimana tanggapannya?
Saya tertawa saja karena menganggap ini sesuatu yang lucu. Saya sendiri cukup dalam menelaah pemikiran pemikiran Adolf Hitler, jauh lebih 30 tahun yang lalu barangkali ketika saya di FISIP UI mengajar mata kuliah namanya propaganda politik dan perang urat syaraf. Sekarang mata kuliah itu tidak ada, digantikan namanya komunikasi politik kalau tidak salah.
Semua literatur yang dipakai untuk mengajarkan propaganda politik dan perang urat syaraf itu adalah literaturnya Adolf Hitler dan literaturnya Jozef Goebbels, menteri propagandanya Nazi. Semua literaturnya itu berbahasa Jerman, pak Osman suruh saya baca telaah dan pak Osman sendiri itu berguru sama Jozef Goebbels di Berlin, karena beliau kuliah disana tahun 1937 saat menjelang perang dunia kedua dan saat Hitler sedang berkuasa di Jerman. Jadi saya paham betul teknik-teknik propaganda Nazi, ideologi Nazi, propagandanya dan sebagainya saya paham.
Tiba-tiba saya sekarang ini dituduh sebagai Nazi, itu bagi saya sesuatu yang agak mencengangkan. Jangan-jangan yang menuduh ini sama sekali tidak pernah belajar tentang Nazi, cuma dengar-dengar saja kata orang, kata orang begitu.
Nah sebenanya tidak ada literatur Nazi yang saya gunakan sebagai rujukan dalam mengajukan uji formil dan materiil ke Mahkamah Agung (MA). Bahkan Undang-undang (UU) yang saya jadikan sebagai batu uji untuk menguji AD/ART Partai Demokrat itu adalah UU partai politik dan UU pembentukan peraturan perundang-undangan yang keduanya itu dibuat oleh presiden SBY dengan DPR, yang didalamnya ada Fraksi Partai Demokrat dan di dalamnya ada Benny K Harman sebagai anggotanya, dan itu disahkan.
Jadi kalau saya mengujinya itu dengan dua UU ini, yang Hitler itu siapa? Saya atau pak SBY? UU Hitler itu dibikin sama siapa? Ya sama pak SBY dan Benny K Harman di dalamnya. Jadi saya pikir ini mengada-ngada saja, karena saya tidak juga menguji ini dengan kehendak penguasa. Penguasa yang mana? Jokowi maksudnya?
Saya juga tidak menjadi bagian dari Jokowi, saya bukan orang pemerintah, saya berada di luar pemerintah dan tidak ada argumen didalam permohonan ke MA itu menguji dengan kemauannya pemerintah. Yang diuji itu adalah UUD 1945 secara tidak langsung, karena ini pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang maka batu ujinya adalah UU.
Dan dua UU yang dijadikan sebagai batu uji utama adalah produk yang dibuat oleh pemerintah SBY sendiri. Saya balik bertanya kepada Benny Harman, anda ini ngomong bisa jadi kejebak sendiri. Karena saya uji ini pakai UU yang dibuat pak SBY, berarti yang Hitler itu ya pak SBY itu sendiri, itu konsekuensi dari omongan anda sendiri.
Jubir Demokrat Herzaky menyebut Anda pernah diajak komunikasi dengan DPP Partai Demokrat, tapi tidak deal karena honor mencapai Rp100 miliar? Bagaimana ceritanya?
Sebenarnya saat kisruh ini terjadi ada anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat yang menghubungi saya. 'Bagaimana kalau Bang Yusril membantu kami ini'. Saya bilang ya cobalah kita jajaki, kita bahas bersama-sama. Sesudah itu juga ada melalui orang-orang, melalui teman-teman saya dan orang yang saya kenal, yang mengajak bagaimana kalau saya menjadi lawyer Partai Demokrat.
Beberapa kali mereka sudah mengadakan suatu pertemuan, tapi saya katakan sudah lebih satu tahun bekerja dari rumah dan saya tidak keluar rumah, tidak bertemu orang. Jadi saya minta maaf kecuali ada pertemuan secara virtual barangkali saya bisa hadir, tapi itu tidak pernah terjadi karena mereka menghendaki adanya pertemuan secara langsung.
Bahkan ada teman yang mengaku katanya bagaimana kalau saya bertemu langsung dengan AHY, tapi itu juga tidak pernah terjadi. Jadi tidak pernah satu kalipun saya bertemu dengan pimpinan Partai Demokrat, anggota DPR Partai Demokrat, secara fisik saya nggak pernah sama sekali. Yang pakai telepon itu ngomong hanya anggota DPR, AHY-nya juga tidak pernah ada komunikasi dengan saya melalui telpon ataupun virtual, dengan pak SBY juga tidak, siapapun juga tidak ada.
Hanya melalui orang saja bahwa yang saya ramai-ramai itu kan bisa saja ngomong. Eh boleh dong kalau pak Yusril maju tapi beliau minta bayarannya berapa Rp100 miliar itu bisa saja begitu. Tapi kita harus paham bahasa Indonesia itu kadang-kadang bersayap, kadang memang orang itu ngomong Rp100 miliar itu benar-benar Rp100 miliar. Tapi bisa juga orang itu sebenarnya dia nggak mau membantu orang itu, lalu menawarkan sesuatu yang seperti yang dibilang tadi tidak masuk akal dan kemudian menyampaikan bahwa angka seperti itu.
Tapi saya pikir wajar-wajar saja kalau misalnya advokat itu minta fee kepada calon klien, biasa ya bernegoisasi. Sebab kan penegak hukum ada beberapa, ada Jaksa, polisi, hakim, dan advokat. Yang tiga ini dibiayai oleh negara pakai uang rakyat, tapi advokat kan tidak.
Advokat itu kan dibayar oleh kliennya, berapa jumlah bayaran antara advokat dengan klien itu negosiasi mereka sebagai suatu kesepakatan. Jadi kalau klien itu minta fee kepada klien itu sah saja, yang tidak boleh itu orang jadi pejabat, anak presiden, istri presiden, minta fee proyek nah itu yang nggak boleh, advokat mah boleh aja.
Hanya saja kok kemudian dibesar-besarkan setiap hari, ya sudah jadinya bagus juga bagi saya, jadi orang tahu wah yusril nggak sembarangan. Bahkan ada yang bilang sama saya nih anda mengalahkan six million dollars men katanya kan, jadi anda sekarang seven million dollars lawyers lebih hebat anda katanya.
Sekarang ya biarin saja saya bilang, kalau orang ngomong begitu ya nggak apa-apa, mudah-mudahan menjadi doa dan saya mendapat rezeki Rp100 miliar syukur alhamdulillah.
Ada yang bilang empat orang biasa kader Demokrat dapat bantuan hukum dari Anda karena ada invisible power memberi dukungan? Tanggapan Anda?
Tanya saja sama pak SBY. Pak SBY kan pernah minta tolong sama saya untuk menangani kasus Ibas. Terus saya minta bayaran berapa dari Pak SBY? Nol rupiah.
Jadi tidak harus Anda mematok tarif tertentu?
Tidak, Ibas saja pada waktu itu menanyakan kepada saya, 'pak Yusril kita bikin kontrak deh bagaimana?' Saya bilang nggak enak lah dengan beliau, ya sudahlah ya, ini kan dasarnya persahabatan, membantu saya kepada beliau, nggak usah lah kita bicara-bicara.
Disana Maqdir Ismail, ada pertemuan di rumah pak SBY, ada almarhumah bu Ani, ada Amir Syamsuddin, ya coba ditanya sama mereka saya minta fee berapa kepada pak SBY.
Kasus yang saya bela seperti kasus luar batang ketika menjelang Pilgub DKI. Habis-habisan saya bertempur membela luar batang itu, yang lain-lain yang datang ke luar batang itu nggak ada urusannya sama pembelaan itu, cuma cari panggung saja, baik AHY maupun Anies Baswedan datang ke situ nggak ada apa-apanya. Luar batang itu dari awal saya bela dan tak ada sepeser pun mereka bayar kepada saya.
Apa motivasi Anda mau memberi bantuan hukum empat eks kader Demokrat?
Advokat itu pertama-tama bekerja berdasarkan UU advokat dan bekerja berdasarkan kode etik advokat. Advokat itu tidak boleh membeda-bedakan calon klien, siapa saja yang datang kepada dia, dia pelajari kasusnya dan kalau dia sanggup menangani kasus itu maka dia berkewajiban untuk menangani.
Nah persoalan yang di bawa kepada saya ini kan berkaitan dengan hukum administrasi negara dan hukum tata negara, bidang studi saya tentang dua hal itu. Jadi saya dalami dan pelajari, saya katakan ini bisa diuji di MA, walaupun ini merupakan suatu terobosan yang belum pernah terjadi dalam sejarah hukum di Indonesia.
DPP Partai Demokrat diketahui menyatakan berencana menjadi Termohon intervensi, bagaimana tanggapannya?
Saya sudah pelajari mendalam persoalan ini, secanggih apapun anggaran dasar dibuat oleh sebuah partai, anggaran dasar itu tidak ada artinya tidak ada gunanya sebelum dia disahkan oleh Kemenkumham.
Begitu juga pengurus partai mau mengadakan kongres atau muktamar sehebat mungkin, ketika dia sampaikan kepada menkumham tapi tidak disahkan atau belum disahkan, apakah dia bisa bertindak atas nama partainya? Nggak bisa juga.
Jadi seharusnya DPP Partai Demokrat tidak bisa memberi kuasa terkait AD/ART?
Fungsi DPP itu kalau kongres sudah selesai? Saya kan ketum partai juga, paham saya. Ketika anggaran dasar sudah dibahas dalam muktamar, muktamar itu memberi mandat kepada DPP terpilih untuk memohon pengesahan kepada Menkumham.
DPP itu hanya diberi mandat oleh muktamar. Nah kalau DPP nya diminta ke MA untuk menerangkan bagaimana proses pembuatan anggaran dasar itu, saya senang aja, saya bilang anda mau seribu kali ngomong ya ngomong aja lah, karena omongan anda tidak relevan karena anda bukan pihak yang membuat anggaran dasar ini.
Berarti Anda mempelajari ini tidak tanggung-tanggung dan luar biasa serius?
Saya tidak tanggung-tanggung ya, kalau pun kalah di Pengadilan ya saya kalah terhormat. Bukan sekali dua kali saya kalah di pengadilan, itu biasa. Bahkan saya menguji di MK, Ketuanya waktu itu Hamdan dan saya kalah.
Ya saya menggerutu saja tapi saya menghormati putusan hakim walaupun saya tidak sependapat dengan putusan itu. Saya belum tahu bagaimana sikap MA terhadap permohonan kami ini.
Kemarin disampaikan ada satu pemberi kuasa mencabut kuasa kepada Anda? Benarkah kabar ini?
Kabarnya begitu tapi saya belum menerima surat pencabutan kuasanya. Bagi saya itu tidak masalah, saya bertindak sebagai advokat profesional.
Advokat itu kan bekerja berdasarkan surat kuasa. Kalau dicabut kuasanya ya selesai, dan saya nggak mau menghalangi orang mencabut kuasa, saya kan profesional aja sebagai advokat.
Tapi ini kan ada empat orang, jadi yang tiga belum mencabut kuasanya jadi di persidangan ini ketiga orang ini yang kami teruskan, nggak ada masalah.
Tapi andaikan semuanya mencabut kuasa, ya nggak ada masalah, sebagai advokat saya sudah melaksanakan tugas saya secara profesional sesuai UU Advokat dan sebagai seorang akademisi di bidang kenegaraan saya sudah mencoba menyampaikan sesuatu kepada MA untuk dipikirkan bersama. (Tribunnetwork/Vincentius Jyestha)
Artikel ini telah tayang di Sripoku.com